BAB I
PENDAHULUAN
Gembili (Dioscorea esculenta) merupakan salah satu spesies tanaman yang mempunyai umbi dan secara botani tennasuk dalam genus Dioscorea atau uwi-uwian. Genus ini memiliki ± 600 spesies, delapan diantaranya dapat menghasilkan umbi yang dapat dimakan. Satu diantara kedelapan spesies tersebut adalah gembili. Tanaman gembili dapat tumbuh di daerah yang beriklim tropis seperti Indonesia. Tanaman ini diperkirakan berasal dari daratan Indo-Cina. Di negara tropis basah, gembili bersama dengan ubi kayu menjadi makanan berkarbohidrat dari berjuta penduduk (Sastrahidayat dan Soemamo, 1991).
Klasifikasi
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas: Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas: Liliidae
Ordo: Liliales
Famili: Dioscoreaceae
Genus: Dioscorea
Spesies: Dioscorea esculenta (Lour.) Burkill
Nilai gizi gembili tidak jauh berbeda dibanding dengan ubi kayu segar. Gembili mempunyai nilai kalori 95 ka V I00 g atau sekitar dua per lima bagian dari nilai kalori ubi kayu dan sekitar seperlima bagian dari nilai kalori tepung beras (Suhardi dkk, 2002). Gembili dan ubi kayu te1ah menjadi sumber bahan pangan sekunder yang penting dibeberapa negara tropis. Di Afrika Se1atan gembili selain digunakan sebagai bahan pangan juga dijadikan bahan baku pembuatan alkohol (Suhardi dkk, 2002). Penduduk Indonesia memanfaatkan gembili sebagai bahan pangan pada saat terjadi krisis pangan pada masa penjajahan Jepang dan masa paceklik. Gembili ditanam sebagai tanaman pekarangan, namun karena tumbuh duri di sekeliling umbi maka tanaman ini tidak dipelihara. Kurangnya pengetahuan pengolahan gembili mengakibatkan gembili bukan menjadi bahan komoditi meskipun dalam musim-musim tertentu banyak dijual di pasar tradisiona1.
Gembili biasanya ditanam dalam jumlah terbatas, meskipun penduduk sangat menyukainya. Hal ini disebabkan ketersediaan bibit terbatas dan umur panennya agak lama, yaitu 7−9 bulan. Tanaman gembili tersebar di beberapa wilayah Papua, terutama di Merauke. Suku Kanum di Merauke sebagai salah satu sub suku Marind yang mendiami Taman Nasional Wasur (Paay 2004) mengonsumsi gembili secara turun-temurun sebagai makanan pokok. Namun saat musim paceklik atau belum memasuki masa panen gembili, penduduk melakukan kegiatan berburu dan sebagai pangan alternatifnya adalah sagu dan pisang.
Sistem budi daya gembili sudah menyatu dengan kehidupan masyarakat suku Kanum karena mempunyai nilai budaya yang tinggi, yaitu sebagai mas kawin serta pelengkap pada upacara adat. Tanpa gembili, suku Kanum tidak dapat melaksanakan pernikahan. Dengan demikian, budi daya gembili bagi suku Kanum merupakan suatu keharusan. Tingginya perhatian masyarakat suku Kanum terhadap gembili merupakan peluang sekaligus tantangan untuk mengembangkan gembili di masa mendatang.
Masyarakat suku Kanum membudidayakan berbagai kultivar gembili, menamakan kultivar gembili berdasarkan karakter morfologi umbi. Sistem budi daya bergantung pada jenis gembili yang ditanam. Umumnya gembili dibudidayakan dengan menggunakan tajar dari bambu dengan tinggi 2,50−4 m.
Untuk menjamin keberlanjutan konsumsi, gembili yang dipanen disimpan di suatu tempat dalam rumah kecil yang diberi nama keter meng. Rumah kecil tersebut terbuat dari bambu dan beratapkan kulit kayu bus (Melaleuca sp.) agar gembili terhindar dari sinar matahari langsung.
Budidaya gembili dilakukan seperti halnya budidaya ubi jalar,yakni di atas guludan. Benihnya berupa umbi yang ukurannya sedang atau kecil. Benih ini merupakan hasil panen yang baru saja dilakukan. Biasanya petani akan menyimpan umbi ini di tempat yang sejuk dan terhindar dari panas matahari langsung. Menjelang musim penghujan, biasanya umbi gembili ini akan mulai memunculkan tunas. Pada waktu hujan turun dan guludan sudah siap, umbipun bisa segera ditanam. Cara penanmannya dengan menugal puncak guludan hingga membentuk lubang. Ke dalam lubang inilah dimasukkan benih berupa umbi yang telah menampakkan tunas. Lubang tanam kemudian ditutup dengan tanah. Dalam waktuantara 1 minggu sd. 10 hari, tanaman gembili akan menyembul dari lubang tanam. Pada saat itulah petani telah menyiapkan ajir berupa belahan bambu atau ranting-ranting kayu sepanjang 3 meter. Biasanya ajir ini dipasang miring ke arah samping hingga bersama ajir pada guludan di sebelahnya, akan membentuk segitiga.
Di beberapa kawasan di Jawa, kita akan menyaksikan petak tanaman gembili ini tumbuh subur pada musim penghujan. Tidak berkambangnya budi daya komoditas gembili, barangkali juga disebabkan oleh panjangnya umur tanaman. Kalaupenanaman dilakukan pada bulan November, maka gembili baru bisa dipanen pada bulan Juni atau Juli tahun berikutnya. Hingga umur panennya sama dengan singkong. Padahal biayabudidaya gembili lebih tinggi dari singkong mengingat adanya persyaratan guludan, biaya benih berupa umbi (singkong hanya potongan batang) dan biaya untuk ajir yang juga relatif tinggi. Gembili juga tidak menghasilkan limbah yang bisa dimafaatkan oleh petani. Hingga hasil penanaman gembili hanya berupa umbi konsumsi tadi. Biasanya panen dilakukan pada saat tanaman gembili sudah mulai tampak menguning dan mengering. Gembolo yang tumbuh dihutan jati atau di kebun rakyat malahan bisa baru dipanen setelah tanamannya mengering sama sekali dan tidak tampak bekas-bekasnya.
Selama ini perbanyakan Dioscorea esculenta dilakukan secara vegetatif dengan menggunakan umbi berbagai ukuran dan berat. Hal ini menyebabkan adanya pertumbuhan dan hasil tanaman yang beragam. Onwueme (1978) menyatakan bahwa ukuran umbi menentukan pertumbuhan dan hasil tanaman ubi-ubian. Hal ini disebabkan oleh perbedaan kandungan cadangan makanan dalam umbi pada masing-masing berat umbi yang digunakan untuk pertumbuhan tunas sebelum mampu berfotosintesis. Dengan demikian penggunaan umbi yang sesuai untuk bibit perbanyakan tanaman penting diperhatikan agar dapat dihindari penggunaan umbi bernilai ekonomi terlalu besar. Penggunaan umbi berukuran besar memiliki keuntungan: umbi lebih cepat bertunas dan tumbuh, jumlah tunas lebih banyak, vigor tanaman lebih baik (Onwueme, 1984). Namun cara ini memerlukan jumlah umbi lebih banyak dibanding umbi berukuran lebih kecil. Umbi yang masih mentah berkhasiat sebagai obat tetapi bila dimakan rasanya agak gatal.
Di Afrika Barat gembili dipakai sebagai industri pati dan alkohol.
Umbi yang kecil disebut gembili, sedangkan umbi yang besar disebut gembolo. Daging umbinya berwarna putih sampai kekuningan. Pada umumnya dibudidayakan sebagai usaha sambilan saja. Pada musim kemarau mengalami masa istirahat selama 1-6 bulan. Menjelang musim hujan umbi ini akan bertunas dan dipergunakan sebagai bibit. Perbanyakan dapat dilakukan selain dengan umbinya, juga dapat dilakukan dengan stek batang. Umbi gembili dapat mulai dipanen pada umur8-9 bulan setelah masa tanam. Perubahan pasca panen pada umbi-umbian terutama terjadi pada perubahan komposisi kimianya. Perubahan komposisi kimia selama penyimpanan meliputi :
Umbi yang kecil disebut gembili, sedangkan umbi yang besar disebut gembolo. Daging umbinya berwarna putih sampai kekuningan. Pada umumnya dibudidayakan sebagai usaha sambilan saja. Pada musim kemarau mengalami masa istirahat selama 1-6 bulan. Menjelang musim hujan umbi ini akan bertunas dan dipergunakan sebagai bibit. Perbanyakan dapat dilakukan selain dengan umbinya, juga dapat dilakukan dengan stek batang. Umbi gembili dapat mulai dipanen pada umur8-9 bulan setelah masa tanam. Perubahan pasca panen pada umbi-umbian terutama terjadi pada perubahan komposisi kimianya. Perubahan komposisi kimia selama penyimpanan meliputi :
· Perubahan kandungan air dalam bahan
· Perubahan padatan terlarut
· Sifat pasta pada saat pemasakan.
a. Hama yang sering menyerang tanaman umbi gembili
1. Ulat
Hama ini merupakan larva dari ngengat (kupu-kupu). Ngengat dapat menghasilkan telur 2.000 butir. Biasanya telurnya dibawah daun secara berkelompok. Ulat menyerang daun dengan memakan epidermis dan jaringan, hingga daun tanaman habis, setelah itu pindah kedaun lain.
Hama ini merupakan larva dari ngengat (kupu-kupu). Ngengat dapat menghasilkan telur 2.000 butir. Biasanya telurnya dibawah daun secara berkelompok. Ulat menyerang daun dengan memakan epidermis dan jaringan, hingga daun tanaman habis, setelah itu pindah kedaun lain.
2. Kutu daun
Hama ini sering berkelompok dipermukaan daun bagian bawah atau atau dipucuk tanaman. Kutu menginfeksi daun, lalu menghisap cairannya sehingga daun berkerut atau keriting dan akhirnya layu dan dapat menimbulkan kematian pada tanaman.
3. Ulat Lompat
Gejala serangan ulat ini tampak dengan adanya lubang lubang bekas gigitan, lama kelamaan lubang ini akan semakin luas hingga akan tersisa tulang daun saja.
4. Uret
Hama ini mrupakan larva dari kumbang yang telurnya diletakan didalam tanah, dan telurnya yang disebut uret dan akan merusak umbi. Gejalanya tampak pada umbi yang berlubang-lubang tidak beraturan, kemudian membusuk.
Hama ini mrupakan larva dari kumbang yang telurnya diletakan didalam tanah, dan telurnya yang disebut uret dan akan merusak umbi. Gejalanya tampak pada umbi yang berlubang-lubang tidak beraturan, kemudian membusuk.
b. Penyakit yang menyerang gembili
1. Busuk Daun
Penyebabnya adalah jamur atau cendawan Phitophora infestans. Cendawan ini menyerang daun pada fase pertumbuhan. Serangannya dapat terjadi pada batang tanaman, tangkai daun dan umbi. Penyebarannya dapat terjadi melalui angin, air. Gejalanya bercak-bercak berwarna hijau agak basah.
2. Busuk Umbi
Penyebabnya adalah jamur Colletotricum coccodes. Jamur ini berkembang biak apabila kelembapan udara tinggi. Gejalanya tampak pada daun yang menguning, menggulung dan layu. Pada bagian batang berwarna coklat tua dan sampai hitam, pada akar umbi muda menyebabkan membusuk, dan pada umb yang tua menyebabkan bercak berwarna kelabu.
3. Penyakit Fisiologis
Penyakit ini terjadi karena kekurangan zat makanan atau akibat factor lingkungan yang tidak sesuai.
- Keadaan suhu yang tidak sesuai menyebabkan terhambatnya pertumbuhan akibatnya tanaman kerdil.
- Keadaan sinar matahariyang terlalu panas atau terik dapat menyebabkan daun menguning atau layu, mengering dan akhirnya gugur. Sebaliknya apabila kekurangan sinar matahari menyebabkan tanaman akan tumbuh tidak normal kurus, kerdil, lemah, dan pucat.
- Pencemaran lingkungan seperti asap-asap dapat menimbulkan penyakit pada tanaman.
- Kekurangan Nitrogen, Fosfor, Kalium, akibatnya pertumbuhan terhambat dan secara fisiologi pun tidak sempurna
c. Pengendalian Hama dan Penyakit
Cara Preventif
Cara Preventif
Merupakan tindakan atau perlindungan tanaman dengan cara penanaman jenis varietas yang tahan terhadap hama dan penyakit dan penyemprotan pestisida secara berkala dan teratur.
Cara Kuaratif
Cara Kuaratif
Merupakan tindakan perlindungan tanaman setelah terinfeksi atau terserang hama yang menyerang.
Cara biologis
Cara biologis
Dengan menyebarkan atau memelihara kelestarian hewan yang menjadi predator atau musuh alami hama ke areal pertanaman yang terserang.
Cara mekanis
Dengan pembunuhan hama secaralangsung dengan memangkas bagian tanaman yang menjadi sarang telur yang telah terinfeksi oleh penyakit.
Cara kimiawi
Memberantas dengan menggunakan bahan-bahan kimia beracun, seperti insektisida, nematisida, fungisida.
Penangan panen yang kurang hati hati dapat menimbulkan kerusakan, misalnya umbi terluka pada saat dibongkar dari dalam tanah, dan penanganan panen yang tidak memperhatikan umur tanaman dan keadaan fisik tanaman, menyebabkan umbi bermutu rendah karena dipanen terlalu muda. Hama dan penyakit pada umbi tidak hanya menyerang pada saat dikebun tetapi masih dapat menyerang hasil panen sampai ketangan konsuman. Penangananan pascapanen yaitu untuk mencegah kerusakan akibat serangan hama atau penyakit, gangguan fisiologi, dan gangguan lingkungan yang kurang menguntungkan, maka dilakukan :
1. Pembersihan
Pada umumnya umbi yang baru dipanen kotor karena tertempeli tanah dan masih terdapat sisa sisa akar, batang, daun.
2. Sortasi
Umbi yang telah dibersihkan selnjutnya disortasi, dipisahkan umbi yang baik dan sehat, yaitu umbi yang tidak cacat dan tidak terserang hama dan penyakit.
BAB II
KARAKTERISTIK BAHAN MAKANAN
A. KARAKTERISTIK GEMBILI
Gembili masuk dalam spesies Dioscorea esculenta (Lour.) Burkill. Gembili disebut juga Lesser yam, Chinese yam, Asiatic yam. Nama Lokal gembili adalah ubi aung (Jawa Barat), ubi gembili (Jawa Tengah), kombili (Ambon). Bentuk umbi gembili pada umumnya bulat sampai lonjong, tetapi ada juga bentuk bercabang atau lobar. Permukaan umbi licin, warna kulit umbi krem sampai coklat muda, warna korteks kuning kehijauan dan warna daging umbi putih bening sampai putih keruh. Umbi gembili berdiameter sekitar 4 cm, panjang 4 cm sampai 10 cm dengan bentuk bulat atau lonjong. Tebal kulit umbi sekitar 0,04 cm. Kulit umbi mudah dikupas karena cukup tipis. Berat umbi sekitar 100 – 200 gram.
Komponen kimia terbesar pada gembili adalah air kemudian karbohidrat. Karbohidrat pada gembili tersusun atas gula, amilosa dan amilopektin. Komponen gula tersusun atas glukosa, fruktosa dan sukrosa sehingga menyebabkan rasa manis. Protein pada gembili tersusun atas asam amino yang jumlahnya rendah yaitu asam amino sulfur (metionin dan sistein), lisin, tirosin dan triptofan, sedangkan asam amino yang lain jumlahnya besar.
Tumbuhan yang seringkali berduri. Akar-akar pada tumbuhan liarnya berduri, pada tanaman budidaya seringkali tidak berduri. Setiap 1 tanaman terdapat 4-20 umbi; umbi tua berbentuk silinder, kadangkala berlobi, kulit lapisan luar coklat atau abu-abu-coklat, tipis, seringkali kasar; daging putih. Batang tegak, memanjat melingkar ke kiri, berduri di bagian dasar dan di bagian atas tidak berduri. Daun tunggal, berseling, menjantung, seringkali terdapat 2 duri di pangkal. Perbungaan jantan di ketiak, perbungaan betina melengkung ke bawah, bulir menyerupai tandan., soliter. Buah (sangat jarang ditemukan) kapsul, pipih. Biji bersayap membundar.
B. DAERAH ASAL
Tempat tumbuh alami jenis ini di daerah tropis lembab dan agak lembab. Sebaran terbaiknya pada daerah dengan curah hujan 875 - 1750 mm per tahun, dengan suhu minimum 22.70 C.. Penyebarannya menurun pada daerah bersuhu 35° C atau di atasnya. Penanaman sebaiknya di dataran rendah, namun di Himalaya pada ketinggian 900 m dpl dapat berhasil dengan baik. Pembentukan umbi ditentukan oleh kondisi optimum pada kondisi hari siang pendek, drainasi tanah dengan pH 5.5 - 6.5. Perbanyakan dilakukan dengan umbinya. Masa dormansi umbinya sangat pendek. Umbinya ditanam pada gundukan tanah, punggung bukit atau pada tanah datar. Tumpang sari dengan tanaman budidaya lainnya umum dilakukan. Jika penanaman secara monokultur maka jarak tanam 100 cm x 50 cm. Penyiangan perlu dilakukan 2-3 kali dalam satu kali penanaman.
Jenis ini berasal dari Thailand dan Indo China. Tumbuhan liarnya ditemukan di India, Burma dan New Guinea. Pada jaman prahistori jenis ini tersebar di Asia Tenggara dari daratan Asia sampai ke Philippina, kemudian ke bagian selatan dan tenggara berakhir di bagian barat daya. Setelah tahun 1500-an jenis ini memasuki kawasan tropis. Saat ini merupakan tanaman budidaya penting di Asia Tenggara (terutama di New Guinea, Ocenia, Karibia dan China).
C. JENIS DAN VARIETAS GEMBILI
Nama dari gembili menunjuk kepada bentuknya, misalnya gembili gajah berbentuk paling besar dibanding yang lain. Gembili teropong bentuknya bulat memanjang seperti teropong. Sedangkan gembili legi mempunyai bentuk paling kecil, tetapi rasanya paling enak, karena paling manis. Gembili srewot, permukaannya mempunyai rambut-rambut akar yang sangat banyak. Terakhir gembili wulung mempunyai umbi, batang dan daun berwarna ungu.
Varietas lain dari gembili yaitu Gembolo (Dioscorea bulbifera), suku gadung-gadungan atau Dioscoreaceae) merupakan tanaman umbi-umbian yang ditanam di pekarangan. Tanaman ini semakin jarang dikenal dan hanya bisa dijumpai di desa-desa. Umbi gembolo serupa dengan umbi gembili namun berukuran lebih besar.
Tumbuhan gembolo merambat dan rambatannya berputar ke arah kanan (searah jarum jam jika dilihat dari atas). Tumbuhan ini juga dapat menghasilkan umbi dari batang yang ada di permukaan. Umbi ini disebut "umbi udara" dan dapat digunakan sebagai bahan perbanyakan vegetatif. Gembolo sekarang tersebar ke seluruh daerah tropika dan di beberapa tempat di Afrika menjadi sumber karbohidrat penting
Spesies Dioscores aculeata terdapat mulai dari yang forma kecil (diameter umbi 4 sd.7 cm) yang disebut gembili sampai forma besar (diameter umbi 15 cm) yang disebut gembolo. Gembili pun masih terdiri dari berbagai forma. Mulai dari forma umbi bulat telur sampai lonjong. Forma lonjong berukuran lebih besar dibanding forma bulat. Diameter umbi forma bulat sekitar 3 cm, sementara forma lonjong sampai 7 cm. Panjang batang gembili bisa mencapai 5 meter lebih. Diameter batang antara 3 sd. 7 mm, berkulit keras (kaku) dan berduri. Forma gembolo malahan juga menghasilkan akar yang juga berduri yang disebut "gemarung". Duri gemarung ini sangat kuat hingga sulit sekali lapuk. Meskipun sudah bertahun-tahun dalam tanah, duri gemarung akan tetap utuh berwarna hitam mengkilap. Daun gembili maupun gembolo berbentuk jantung berwarna hijau tua dengan tulang daun tampak menonjol. Panjang daun mulai dari 7 cm (gembili) sampai 15 cm (gembolo).
Sebagai tanaman pemanjat, gembili maupun gembolo memerlukan panjatan. Gembolo memerlukan batang pohon sebagai panjatan, sebab batangnya lebih panjang dengan jumlah cabang lebih banyak. Sampai saat ini, gembolo tidak pernah dibudidayakan secara khusus. Umbi ini banyak tumbuh lias dihutan-hutan jati atau dibudidayakan satu dua batang di kebun rakyat. Meskipun gembolo berukuran jauh lebih besar dari gembili, namun umbi ini kurang disukai masyarakat karena rasanya tidak selezat gembili. Kandungan pati gembolo lebih rendah dari gembili, sementara kandungan airnya lebih tinggi. Hingga rasa gembolo kurang begitu enak dibanding gembili. Selain itu, tangkai umbi gembili cukup panjang, kadang-kadang sampai lebih dari 50 cm. Duri gemarungnya yang banyak, kuat dan sangat tajam juga kurang disukai petani. Namun sebagai sumber genetik plasma nutfah, sebenarnya gembolo layak untuk tetap dilestarikan. Keberadaan gembolo di hutan jati merupakan alternatif pelestarian yang cukup aman.
BAB III.
PENENTUAN MUTU BAHAN MAKANAN
A. STANDAR MUTU GEMBILI
Penentuan mutu umbi gembili yang baik dapat diketahui dengan penentuan standart mutu fisik dan standart mutu kimiawi umbi gembili, yang merupakan standart mutu fisik umbi meliputi :
1. Tingkat kesegaran pada umbi
Tanaman umbi gembili sudah cukup tua , berumur 6-9 bulan atau maksimal 11 bulan sehingga umbi gembili tersebut sudah siap untuk dipanen dan selanjutnya dapat digunakan oleh konsumen. Kenampakan umbi gembili yang baik umumnya segar dan tidak terdapat kelainan pada warna kulit (warna kulitnya sesuai dengan warna umbi gembili pada umumnya misanya coklat tua).
Persyaratan mutu ubi gembili segar tergantung pada kadar air, kadar pati, pembengkokan (deformasi) umbi, kepoyoan dan ketebalan umbi. Makin lama ubikayu disimpan, maka kadar air dan kadar pati akan menurun, sedangkan tingkat pembengkokan kepoyoan dan keretakan umbi akan meningkat. Persyaratan mutu olahan tergantung pada kadar air, kadar pati, kadar serat dan kadar pasir.
2. Ukuran besar kecilnya umbi
Untuk ukuran besarnya umbi gembili yang memenuhi kriteria yaitu miliki ukuran umbi yang seragam. Semakin kecil-kecil ukuran umbi gembili juga dapat mempengaruhi mutu umbi tersebut sehingga semakin rendah mutunya.
Bentuk umbi gembili pada umumnya bulat sampai lonjong, tetapi ada juga bentuk bercabang atau lobar. Permukaan umbi licin, warna kulit umbi krem sampai coklat muda, warna korteks kuning kehijauan dan warna daging umbi putih bening sampai putih keruh. Umbi gembili berdiameter sekitar 4 cm, panjang 4 cm sampai 10 cm dengan bentuk bulat atau lonjong. Tebal kulit umbi sekitar 0,04 cm. Kulit umbi mudah dikupas karena cukup tipis. Berat umbi sekitar 100 – 200 gram.
3. Adanya tanda – tanda kerusakan yang diidentifikasi secara subyektif, seperti cacat atau adanya lubang pada bagian umbi, rasa yang berbeda dari rasa normal, tekstur dan penampang luar umbi.
Klasifikasi umbi yang baik atau yang mulus yaitu tidak terdapat tanda-tanda kerusakan Seperti lubang-lubang pada umbi talas tersebut,luka-luka atau memar pada lapisan kulit. Semakin banyak lekuk-lekuk pada bentuk umbinya maka mutunya semakin rendah. Dalam penyimpanan umbi gembili akan mengalami susut berat.Makin rendah suhu makin kecil susutnya. Umbi talas yang sudah dipanen mudah rusak ,talas yang terlanjur dipanen tidak bias bertahan lama tanpa pengolahan dan bila kita ingin menyimpan umbi selama beberapa waktu lamanya kita harus menjaganya dari kerusakan mekanis dan diusahakan ruang penyimpanan tetap kering.
Penyimpanan umbi gembili pada ruangan bersuhu kamar dapat tahan selama 10-14 hari.Daya simpan umbi gembili dapat diperpanjang dengan cara disimpan dalam ruangan dingin, misalnya cold storage.Pada suhu rendah umbi gembili ini dapat bertahan selama 9 minggu dalam penyimpanan.
Standar mutu juga dapat ditentukan oleh tempat atau dimana pembudidayaan umbi gembili tersebut. Gembili umumnya ditanam di lahan-lahan kering seperti tegalan, ladang dan kebun, baik ditempat datar maupun ditempat bergelombang dan berbukit. Tumbuh pada berbagai jenis tanah-tanah yang memilki lapisan atas yang tebal, tanah gembur serta tanah yang kaya akan unsur-unsur hara. Pada tanah yang padat dan berat, pertumbuhan umbi kurang berkembang dengan sempurna, serta dapat terjadi pembusukan jika ditanam ditempat-tempat yang basah. Hal ini dapat menurunkan mutu bahan atau gembili tersebut.
Berbagai penelitian menunjukkan, kandungan gizi tepung lokal tak berbeda jauh dari tepung terigu. Dengan demikian, tepung lokal memiliki prospek baik untuk mensubstitusi tepung terigu.Badan Bimbingan Massal dan Ketahanan Pangan (BMKP) Jawa Tengah, bekerja sama dengan beberapa perguruan tinggi, telah mengolah aneka tepung lokal menjadi berbagai produk olahan pangan yang lezat dan menarik. Pemanfaatan tepung lokal sebagai bahan substitusi dan pengganti terigu dapat mengurangi kebutuhan terigu mulai dari 20 % hingga 100 %. Sayangnya, hingga kini belum banyak pengusaha yang mau memproduksi tepung lokal dalam skala komersial, sehingga konsumen masih mengalami kesulitan dalam memeperoleh tepung alternatif tersebut.
Beberapa bahan pangan lokal di Indonesia yang dapat ditepungkan antara lain berasal dari serealia (misal jagung dan sorgum), umbi-umbian (uwi, ganyong, gadung, gembili, garut, sente, suweg, singkong, talas, ubi jalar, dan kentang), serta buah-buahan (pisang, sukun, labu, dan nangka muda).
Penentuan mutu umbi gembili dengan cara mengetahui standart mutu kimiawi meliputi :
Komponen kimia terbesar pada gembili adalah amilosa dan amilopektin. Juga mengandung gula dan fruktosa sehingga manis rasanya. Protein gembili mengandung asam amino sulfur (metionin dan sistin ) yang rendah. Demikian juga asam amino lisin dan tirosin serta thriptopan hanya dalam jumlah rendah
Kandungan gizi umbi gembili
Gembili mempunyai rendemen tepung umbi dan tepung pati tertinggi (24,28% dan 21,44%) dibanding umbi-umbi lain. Dengan demikian ditinjau dari hasil rendemennya gembili sangat potensial untuk dikembangkan menjadi tepung maupun pati.
Gembili merupakan potensi sumber hidrat arang, protein, rendah lemak, kalsium, fosfor, potasium, zat besi, serat makanan, vitamin B6 dan C. Selain itu gembili mempunyai kadar sodium dan indeks glisemik yang rendah. Gembili dapat di pakai sebagai makanan tambahan atau makanan pengganti, selain itu juga dapat menunjang usaha untuk penganekaragaman bahan makanan, sehingga tidak bergantung pada beras. Di afrika barat umbinya di pakai sebagai bahan industri pati dan alkohol.
Aneka Produk Olahan Umbi Gembili
Agar mempunyai nilai tambah lebih tinggi, masyarakat telah mencoba mengolah umbi gembili ini menjadi berbagai produk olahan yang lebih bervariasi serta lebih menarik penampilan dan rasanya sehingga memenuhi selera. Produk olahan tersebut bisa langsung dikonsumsi (produk jadi) atau sebagai bahan pangan setengah jadi seperti tepung, yang selanjutnya
dapat diolah menjadi berbagai produk pangan siap konsumsi. Pengolahannya dapat dilakukan petani, industri kecil maupun industri besar.
Umbi gembili dapat diolah menjadi beberapa produk pangan, misalnya dibuat tepung, keripik, dimasak kering ataupun gethuk. Produk aneka olahan umbi gembili adalah sebagai berikut :
dapat diolah menjadi berbagai produk pangan siap konsumsi. Pengolahannya dapat dilakukan petani, industri kecil maupun industri besar.
Umbi gembili dapat diolah menjadi beberapa produk pangan, misalnya dibuat tepung, keripik, dimasak kering ataupun gethuk. Produk aneka olahan umbi gembili adalah sebagai berikut :
· Pengolahan Umbi gembili Kering
Umbi dikupas terlebih dahulu dan pengupasan ini sebaiknya dilakukan setipis mungkin. Umbi yang telah dikupas kemudian diiris – iris baik dengan menggunakan mesin pengiris atau dengan pisau biasa. Irisan dijemur dipanas matahari selama 2 – 3 hari. Irisan yang sudah kering benar mudah sekali patah dan irisan – irisan yang demikian akan tahan lama bila disimpan baik dalam karung ataupun kaleng. Di usahakan disimpan ditempat yang kering betul.
Tepung Umbi gembili dapat diperoleh dari serpihan – serpihan kering kemudian ditumbuk sampai halus menjadi tepung.
Kripik Gembili
Kripik Gembili
Bahan :
1 kg gembili
Minyak goreng secukupnya
Cara membuat :
o Gembili di kupas, di cuci dan dipotong tipis tipis
o Jemur atau diamkan dahulu selama sekitar 2 jam
o Goreng potongan potongan gembili tersebut dalam minyak mendidih sampai kering dan berubah warna. Beri taburan garam agar menambah rasa gurih
Gethuk gembili
Bahan :
1 kg gembili
2 ons gula merah
Parutan kelapa secukupnya
Garam secukupnya
Cara membuat :
o Gembili dicuci dan dikukus dengan kulitnya.
o Setelah masak dibiarkan dingin dahulu dan kemudian dikupas kulitnya
o Tumbuk dengan dibubuhi sedikit garam, padatkan dan kukus kembali
o Gula merah di masak dengan sedikit air sehingga diperoleh cairan yang kental
Gethuk gembili
Bahan :
1 kg gembili
2 ons gula merah
Parutan kelapa secukupnya
Garam secukupnya
Cara membuat :
o Gembili dicuci dan dikukus dengan kulitnya.
o Setelah masak dibiarkan dingin dahulu dan kemudian dikupas kulitnya
o Tumbuk dengan dibubuhi sedikit garam, padatkan dan kukus kembali
o Gula merah di masak dengan sedikit air sehingga diperoleh cairan yang kental
Cara menyajikan :
Gethuk gembili tersebut dipotong kecil dan ditaburi parutan kelapa dan cairan gula.
Kegunaan gembili
o Pemanfaatan gembili dapat ditingkatkan dengan memanfaatkan tepung dan pati gembili sebagai bahan substitusi dalam pembuatan produk olahan seperti kue, mi instan, kerupuk dan lain-lain. Widowati dan Sunilhardi (2002) menyatakan bahwa tepung terigu dapat disubstitusi oleh tepung dari umbi umbian, sorgum dan jagung. Tepung lokal tersebut dapat mensubstitusi pada pembuatan mi instan (20%), kue basah (30-50%), roti tawar dan sejenisnya (20%), kue kering (50- 100%) dan makanan tradisional lainnya.
o Umbi gembili setelah dimasak atau dipanggang rasanya manis dan lezat, dimakan sebagai makanan tambahan. Umbinya dapat juga diekstrak menjadi tepung; seratnya halus dan mudah dicerna sehingga digunakan dalam menu penderita penyakit pencernaan. Parutan kasar umbinya digunakan sebagai tapel untuk obat pembengkakan , khususnya di kerongkongan.
o Gembili mempunyai prospek untuk produk tepung umbi maupun tepung pati sedangkan ubi kelapa untuk tepung umbi
o Daun gembili yang mengering dapat menjadi pupuk hijau. Kita bisa mengumpulkannya dan menjadikannya media tanam untuk tanaman wijayakusuma, pakis, begonia, anggrek atau tanaman rimpang seperti jahe, lengkuas.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ubi gembili termasuk dalam jenis umbi – umbian. Menurut jenis umbinya ubi gembili termasuk dalam Umbi Kormus, yaitu bagian dari dasar batang menggembung, berada dalam tanah. Ubi gembili berasal dari beberapa daerah dan negara, untuk itu maka nama atau sebutan ubi gembili pada masing – masing tempat berbeda – beda.
Varietas ubi gembili sangat beragam, misalnya gembili gajah berbentuk paling besar dibanding yang lain. Gembili teropong bentuknya bulat memanjang seperti teropong. Sedangkan gembili legi mempunyai bentuk paling kecil, tetapi rasanya paling enak, karena paling manis. Gembili srewot, permukaannya mempunyai rambut-rambut akar yang sangat banyak. Terakhir gembili wulung mempunyai umbi, batang dan daun berwarna ungu.
Standar penentuan mutu bahan makanan ubi gembili sangat penting dalam usaha untuk mengembangkan dan mengenalkan produk ubi gembili kepada masyarakat. Mutu atau kualitas ubi gembili tergantung kepada pengupasan, pengeringan, dan pemeliharaan. Kadar atau kandungan air, serat, pati dan pasir silika dalam ubi gembili juga dapat mempengaruhi mutu atau kualitas ubi gembili tersebut.
Produk olahan ubi gembili sangat beragam atau bermacam – macam. Ubi gembili dapat digunakan sebagai obat. Misalnya Lepra dan Katimimul. Contoh produk olahan ubi gembili yaitu cake ubi gembili dan kelepon ubi gembili.
B. Saran
Bagi para pembaca atau masyarakat pada umumnya jika ingin mengolah ubi gembili maka harus diperhatikan dengan baik teknik pengolahannya, karena ada jenis ubi gembili tertentu yang beracun dan berbahaya bagi tubuh.
Tulisan yang menarik.
ReplyDeleteMinta ijin untuk copy yah....
Selamat berkarya
Salam
dear, Thia Ranistya Putri.
ReplyDeletetulisannya bagus sekali untuk membantu saya dalam menyelesaikan tugas akhir..
boleh minta judul buku / daftar pustakanya tidak??..
terima kasih..
minta ijin copy juga yah!?
ReplyDeletekebetulan lagi mempelajari ttg gembili dan genus dioscorea lainnya. thanks sanga bermanfaat.
oh ya ada info tentang Uwi jg ga?
n kalo di Jawa penghasil gembili yang banyak daerah mana ya?
trims
luckyuri_8@yahoo.com
g ada referensinya ni??pdhal perlu bgt...
ReplyDelete